BERSYUKUR  DAN MERENUNG INDONESIA RAYA HARI INI

Oleh: Khoerul Annam (Ketua I Kaderisasi Rayon PAI Al-Asy'ari)

17 Agustus 1945, JL. Pegangsaan No. 56 Jakarta, bung karno melantangkan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Diperdengarkan lewat media komunikasi radio, namun tak lama beberapa bulan berselang kolonial dan kaki tangannya belum juga menyudahi usaha untuk kembali menduduki Indonesia. Dengan menyebarkan selebaran agar senjata rampasan dikembalikan kepada Inggris dan sekutu. Hal ini menimbulkan reaksi, tak terkecuali para kaum santri dan kyai-kyai dari kalangan NU. Akhirnya pada tanggal 21 Oktober 1945, diadakan pertemuan di Kyai-kyai Se-Jawa dan Madura di Kantor Nahdlatul Ulama Surabaya. Hal ini di inisiasi langsung oleh Hadratusyaikh KH. Hasyim Asy’ari. Menghasilkan fatwa untuk mempertahankan kemerdekaan yang dikenal dengan Resolusi Jihad yang diprakarsai oleh KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Chasbullah, Kyai Bisri Syansuri dan Kyai Abbas Buntet.

Dalam buku berjudul Fajar Kebangunan Ulama, Biografi Kiyai Hasyim Asyari yang ditulis Lathiful Khuluq menyebut butir pertama Resolusi Jihad berbunyi: Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus wajib dipertahankan. Butir kedua: Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah harus dijaga dan ditolong. Ketiga: musuh Republik Indonesia yaitu Belanda, yang kembali ke Indonesia dengan bantuan sekutu Inggris, pasti akan menggunakan cara-cara politik dan militer untuk menjajah kembali Indonesia. Keempat: umat Islam terutama anggota NU harus mengangkat senjata melawan penjajah Belanda dan sekutunya yang ingin menjajah Indonesia kembali. Kelima: kewajiban ini merupakan perang suci (jihad) dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang tinggal dalam radius 94 kilo meter, sedangkan mereka yang tinggal di luar radius tersebut harus membantu dalam bentuk material terhadap mereka yang berjuang.

Inilah yang kemudian menjadi pembakar semangat perjuangan para “Arek-arek” Surabaya dan seluruh masyarakat Indonesia. Meledaklah pertempuran 10 November di Surabaya yang kemudian hari dikenang sebagai Hari Pahlawan.Fakta sejarah bahwa peranan Ulama dan Kyai dalam kontribusi perjuangan menuju dan menjaga kemerdekaan tak bisa terbantahkan. Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah sampai pada usia 76 tahun. Kurang 24 tahun lagi sampai pada usia 1 abad kemerdekaan. Sangat banyak kejadian dan ujian yang dihadapi Bangsa ini. Kita telah menilik sedikit fakta historis bangsa ini menuju merdeka. Lantas apa kabar kita yang hidup hari ini? Sudahkah kita mengisi kemerdekaan dengan seharusnya sesuai yang diharapkan pendiri bangsa ini?

Berkaca Indonesia hari ini, sangat banyak hal yang bisa menjadi refleksi betapa nyatanya Indonesia di 76 tahun kemerdekaannya belum sepenuhnya merdeka. Kemiskinan dan keterbatasan akses pendidikan dan fasilitas kesehatan masih subur dialami rakyatnya, mental transaksionil dan koruptif beberapa oknum pejabat pengelola pemerintahannya, ditambah dengan banyaknya kebijakan publik yang minim partisipasi masyarakat dalam perumusannya, serta segudang problematika lainnya termasuk Pandemi Covid-19 yang belum juga berakhir.

Lantas dengan keadaan dan kenyataan yang demikian, apakah kita sudah benar-benar menjaga dan mengisi kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan kita. Jelas jawabannya masih proses dan proses ini tentu proses bertahap dan berkelanjutan. Bagaimana kita mulai menumbuhkan kesadaraan dan kepekaan terhadap kondisi sosial dan fenomena yang terjadi di negeri ini. Setelah pikiran menerima dan hati menimbang rasa kemudian akan sampai pada tahap selanjutnya yakni tindakan nyata dengan berbuat. Ini sejalan dengan petuah Lau tzu; "Jaga pikiranmu, itu menjadi kata-katamu; perhatikan kata-katamu, itu menjadi tindakanmu; perhatikan tindakanmu, itu menjadi kebiasaanmu; perhatikan kebiasaanmu, itu menjadi karaktermu; perhatikan karaktermu, itu menjadi takdirmu."]

Betapapun carut marutnya keadaan dan kondisi sosial yang terjadi. Tetap harus kita sadari bahwa untuk menjadi bangsa yang besar tentu berbanding lurus dengan ujian yang besar juga. Perjuangan belum usai, berjuang hari ini bukan lagi dengan bambu runcing dan senjata. Menjaga persatuan dan perdamaian ditengah-tengah kebhinekaan dan kemajemukan itu juga termasuk perjuangan. Memayungi yang kehujanan, memberi makan yang lapar, membantu memfasilitasi pendidikan bagi masyarakat yang berketerbatasan dan tindakan-tindakan kemanusiaan lainnya.

Indonesia dibangun atas dasar kesepakatan, bersatu padu dalam kemajemukan, tak ada yang lebih dominan dari yang lain, Semua turut berkontribusi. Mari kita jaga dan isi untuk Indonesia yang raya rakyatnya, raya karakternya dan raya kedaulatannya dihadapan dunia. Jadilah pahlawan diruang lingkup kita masing-masing.

Selamat hari lahir ke-76 Indonesia-ku, Indonesia-mu dan Indonesia kita mulai Sabang sampai Merauke. Tak lupa mengheningkan cipta beriring do’a untuk para pahlawan dan pendiri bangsa baik yang terkenal dan tak dikenal. Semoga dan semoga Tuhan beri tempat kembali yang terbaik.  

Al-fatihah.

 

           

           

 


0 Komentar