Oleh : Khoerul Annam
(Pengurus PMII Rayon Al-Asy’ari)
pmiikutim.or.id-Pergulatan sengit sedang
terjadi cukup panas dan menggelora didalam tubuh Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) tahun ini. Setelah sempat tertunda karena pandemi covid-19 dan
beberapa pertimbangan yang mau tidak mau memukul mundur perhelatan akbar
penentuan Ketua Umum PB PMII menggantikan ketum Agus Herlambang. Akhirnya pada
tahun ini, Kongres PMII bisa terlaksana meskipun dengan cara berbeda, jika dulu
semua peserta kongres dari cabang seluruh Indonesia di jama'ahkan dalam 1 ruang
forum, hari ini harus terbagi menjadi beberapa zona demi memenuhi protokol dan
prasyarat penyelenggaran kegiatan.
Koalisi dan oposisi lengkap
dalam kompetisi ini, setiap zona dan cabang sudah berkonsolidasi secara apik
untuk kemudian memilih siapa yang nantinya akan menahkodai Kapal Besar PMII.
Sambil memantau dan mengamati kompetisi yang sedang berlangsung, Yuk sedikit
kita merefleksikan kembali prihal Paradigma yg menjadi pegangan ketum-ketum
pada masanya dan menjadi semacam pakem gerakan sahabat PMII secara nasional
waktu itu.
Mulai dari Paradigma Arus
Balik Masyarakat Pinggiran di masa kepengurusan Sahabat Muhaimin Iskandar (Cak
Imin) dengan rekayasa sosial mulai dari lapisan masyarakat terkecil dan
mengerucut ke atas untuk merebut tampuk kekuasaan pada zaman Orde Baru.
Paradigma Kritis Transformatif oleh sahabat Saiful Bahri Anshari selaku Ketum
PB ke-10 pada 1999 bertepatan saat GusDur menjadi Presiden ke-4 RI. Dalam masa
ini PMII mengalami dilema karena Gusdur yang menjadi simbol perjuangan
masyarakat sipil justru naik ke zona Penguasa. Akhirnya pada masa ketum Nusron
Wahid tegas mendukung demokrasi dan reformasi yang dijalankan Gusdur. Berlanjut
ke Paradigma menggiring arus Berbasis Realitas oleh Ketum Heri Harianto dengan
khasnya yg masih frontal terhadap negara dan kapitalis meskipun dengan kondisi
dimana banyak sahabat yg terjebak dalam keadaan percepatan globalisasi yang
memperlancar neoliberalisme saat itu dan bisa jadi hingga kini. 2008 silam
paradigma ini muncul dan hingga kini belum ada Paradigma baru yg mengganti dan
bisa menjadi gebrakan sekaligus pegangan sahabat PMII hari ini.
Paradigma yang
diperkenalkan para ketum PB terdahulu bukan tanpa alasan. Mereka mencipta
paradigma tersebut sebagai respon atas kondisi sosial dan politik waktu itu.
Adanya ketimpangan sosial dan penguasa orde baru yang tercentral kepada sosok
Soeharto, kemudian isu-isu pelanggaran HAM, semakin lengkap dengan Korupsi
Kolusi dan Nepotisme (KKN). Nah Bagaimana dengan keadaan hari ini?. Bagaimana
Indonesia yang sudah sekian puluh tahun pasca reformasi 98? Dimana posisi
gerakan PMII, masihkan sefrontal dulu, atau malah justru bermesra ria dengan
penguasa. Sejauh yang saya liat bahwa ketajaman dan nalar kritis atas realitas
sosial makin menipis, ini terjadi bukan tanpa sebab. Salah satunya adalah
menurunnya proses penggembelengan terhadap regenerasi keberpanjutan bahwa
“banyak sesuatu yang belum beres, pelanggaran HAM masih marak dan KKN masih
subur dilakukan banyak oknum pemegang kekuasaan”.
Untuk awal tahun ini ada
lagi pelengkapnya terkait kebijakan aturan lingkungan. Pertambangan dan
eksploitasi tambang makin menancap dalam bumi pertiwi dan penggundulan hutan
yang beralasan. Apakah fakta-fakta tersebut belum cukup untuk menciptakan
respon bagaimana paradigma gerakan PMII yang baru, kemana arahnya PMII ini mau
dibawa. Saya rasa ini menjadi penting untuk sekali lagi menunjukan bahwa PMII
masih setia bersama lingkaran rakyat.
Jadi,”Apakah Paradigma tak
lagi penting atau memang sudah tidak ada lagi para nahkoda baru yang kembali
ingin membahas atau mungkin mencipta gebrakan baru dengan paradigma PMII baru?”.
Iya kita lihat saja kedepan bersama-sama, berharap ada angin segar dengan bukti
bahwa rule yang menjadi landasan bergerak masih di lintasan yang seharusnya.
Paradigma minimal bisa
menjadi tanda bahwa Perjuangan mewakili civil society Indonesia itu
masih menyala dan belum padam “sepenuhnya”. Mengingat kemesraan dengan penguasa
tanpa disertai pengawasan menjadikan taring yang pernah tajam kian hari kian
tumpul. Saya sangat yakin bahwa masih ada banyak sahabat-sahabat yang istiqomah
dalam ruh gerakan perjuangan didalam lingkar masyarakat marjinal dan kaum
mudtadz'afin. Pentingnya lagi, mereka masih komitmen untuk benar-benar
menyiapkan regenerasi yang benar-benar kritis dan tajam analisa, sebut saja shiratal
mustaqim.
Selamat Ber-Kongres Pergerakanku,
Siapapun yang terpilih nantinya. Semoga benar-benar membawa semangat para
sahabat pendiri pada masa lalu dan penerus pada masa ini. Tumbuh subur
Pergerakan.
0 Komentar