Mendesain Keberagaman Sebagai Nilai

Nilai Keberagaman

Oleh : Fauziah handayani


Indonesia dikenal negara dengan kultur agama dan budaya yang beragam. Islam masuk ke Indonesia dengan keberagaman tradisi yang ada. Islam mampu dengan mudah masuk ke Indonesia karena pada dasarnya penyebaran Agama Islam yang dilakukan di Indonesia menggunakan cara yang baik tanpa merubah tradisi yang sudah berkembang di Indonesia. Hal ini berangkat dari pemahaman para ulama penyebar Islam terhadap kaidah fikih yang popular, yakni almuhafadzatu alal qodimissholeh wal akhdu bil jadidil aslah (mempertahankan tradisi yang baik dan menerima tradisi baru yang lebih baik).Hasilnya, Islam tumbuh dan mengakar dengan kuat dibumi nusantara. Melihat budaya dominan yang ada di Indonesia adalah melihat agama itu sendiri, demikianpun sebaliknya.

Berkat pendekatan kultural diataspun, Islam mampu hidup dan menghidupi keberagaman yang ada, baik keragaman identitas kesukuan, ras, bahasa sampai pada keragaman kepercayaan dan agama. Namun sejak konservatisme kian mengakar dikalangan muslim Indonesia ancaman perpecahan semakin nyata. Mereka mengancam eksistensi multiidentitas dan kultur yang selama ini telah disemai hasilnya oleh bangsa ini.

Kelompok Islam konservatif berfikiran bahwa tradisi merupakan virus dalam tubuh agama, sehingga keberadaannya perlu disingkirkan, karena mengancam kemurnian agama. Segala praktik keagamaan yang bernuansa tradisi adalah bid’ah, sesat dan menyesatkan. Kelompok ini umumnya dikenal dengan Gerakan Aliran Wahabisme. Aliran Wahabi dikaitkan dengan sosok Muhammad bin Abdul Wahab, Seorang ulama dari Arab Saudi yang mendirikan sebuah sekte yang menyatakan bahwa mereka kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Adapun yang tidak mengikuti mereka, dianggapnya tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Singkatnya aliran ini berpandangan sangat tekstualis, yang pada titik tertentu menjadi menjadi sangat radikal dan ekstrim. Pandangan serupa , juga diwarnai oleh beberapa kelompok keagamaan lain, seperti Hizbut Tahrir, Gerakan Tarbiyah, Ikhwanul Muslimin dan masih banyak lainnya.

Dengan maraknya gerakan kontra tradisi di Indonesia sudah saatnya pemahaman keagaamaan yang bersifat moderat mulai dikonstruksikan dan disyiarkan. Sikap moderat menghendaki penerimaan terhadap keragaman pandangan, toleransi dan pluralitas umat manusia. Pandangan dan sikap semacam inilah yang diperjuangkan Gus Dur dalam merawat Islam Indonesia era modern.

Dengan sikapnya itu, Gus Dur menjadi teladan dalam menjaga keberagaman. Selain seorang ulama, Gus Dur merupakn budayawan yang mampu mengayomi perbedaan agama, suku dan ras. Gus Dur menjadi jalan bagi keberagaman andai kebudayaan tidak dikedepankan. Definisi diatas dapat kita baca lewat gagasan-gagasan Gus Dur semisal tentang Pribumusasi Islam, yang meyakini Islam harus menghargai dan menghidupi kebudayaan dimana Ia tumbuh dan berkembang.

Secara garis besar Ia menekankan perlunya pengakuan terhadap keberagaman. Pengakuan terhadap keberagaman adalah pengakuan terhadap keterbatasan diri setiap individu. Penghormatan terhadap keberagaman menjadi suatu keniscayaan dalam kehidupan berbangsa. Nasionalisme paham kebangsaan merupakan suatu bulatan kesatuan dari keberagaman yang ada.

Sepertinya Gus Dur juga melihat bahwa masyarakat semakin cenderung memahami bahwa budaya yang Islami adalah hal serba Arab. Selain itu adalah budaya non-Islami yang harus ditenggelamkan. Kecenderungan tersebut tidaklah tepat, mengingat itu hanya akan menyebabkan masyarakat Indonesia tercerabut dari akar budayanya sendiri. Apalagi, kebudayaan arab tersebut belum tentu cocok dengan kehidupan masyarakat Indonesia.

Dalam konteks merawat keberagaman, perlu ditegasakan bahwa kita harus membangun semangat tolenransi. Toleransi dapat diartikan sebagai suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antarindividu, baik itu dalam masyarakat ataupun dalam lingkup yang lain. Sikap toleransi dapat menghindari terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat. Toleransi merupakan proses penting untuk menciptakan keharmonisan hubungan intra dan antarumat beragama. Toleransi itu tidak hanya untuk menciptakan, tetapi juga merawat keberagaman, karena keharmonisan akan sulit dipulihkan bila sudah retak.

Salain itu ditengan masyarakat yang multiidentitas perlu membangun semangat pluralisme. Pluralisme sebuah pandangan yang menghargai dan mengakui adanya keberagaman identitas, seperti suku, agama, budaya, ras, etnis dll. Pluralisme harusnya menjadi sarana bagi manusia untuk memahami anugerah tuhan agar terciptanya harmoni di tengah kehidupan.

Itulah mengapa kita perlu menyadari bahwa dalam lingkup Indonesia sejatinya memang ragam akan keyakinan, kelompok, ras, dan etnis bahkan sebelum kedatangan Islam. Indonesia tidak didirikan atas dasar kelempok tertentu, tetapi keragaman yang dibingkai dalam Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan ras, suku, budaya, bahasa dan agama menjadi simbol kekuatan sekaligus kekayaan yang sangat berharga untuk menjadi bangsa yang besar dan bermartabat di mata dunia. Pada dasarnya keberagaman ini, jika dikelola dengan bijaksana akan melahirkan potensi yang luar biasa, terutama untuk menciptakan tatanan kemasyaraktan yang dinamis dan integratif . Pada titik inilah keberagaman itu tidak lagi sebatas identitas, melainkan sebuah nilai.

Bangsa ini akan kukuh bila umat yang berbeda bukan hanya sekedar saling menghormati, tetapi juga dapat saling mengerti. "Yang diperlukan adalah rasa saling memiliki (sense of belonging), bukan hanya saling bertenggang rasa satu terhadap yang lain”, demikan petuah Gus Dur.

0 Komentar