Mapaba dalam 5 Menit: Memahami Pergerakan Secara Sederhana


Ada yang tertanam hinggap di kedalaman hati. Apa itu? Adanya naluri atau perasaan memiliki dan tanggung jawab kepada Pergerakan dalam arti luas. Naluri itu seperti perasaan kakak terhadap adiknya, atau orang tua kepada anak. Suatu perasaan menyayangi dan mengkhawatirkan apakah insan-insan Pergerakan benar-benar memahami “ideologi” yang diajarkan selama kaderisasi.

Sebenarnya pemahaman yang dimiliki kader yang telah menyandang status alumni tidak bisa selalu dijadikan acuan kebenaran organisasi. Karena Pergerakan pasti penuh dengan dinamika. Sedangkan perubahan adalah suatu keniscayaan. Namun percayalah, semenjak kelahirannya “ideologi” Pergerakan tak pernah berubah. Hal itu yang menyebabkan Pergerakan masih ada sampai saat ini.

Kenapa demikian? Hal ini tidak lebih karena peran para dinamisator Pergerakan. Mereka adalah orang-orang yang bersabar dalam menjalani proses bergerak sehingga mampu menjadi kader-kader tangguh pengawal jati diri Islam Nusantara dan Indonesia Raya. Namun perlu diakui bahwa masih ada beberapa anggota yang kurang memahami “ideologi” Pergerakan karena gagal menyatukannya dalam satu pandangan yang utuh. Ada banyak faktor penyebab dan pengaruh latar belakang yang tidak bisa dibahas dalam tulisan singkat ini.

Keadaan tersebut dapat menyebabkan kebingungan di ruang kesadaran anggota sehingga dikhawatirkan Pergerakan kehilangan jati dirinya sejak dari pemahaman organisasi. Padahal sebuah kendaraan takkan berfungsi tanpa adanya mesin dan segenap komponen pelengkapnya. Sebagaimana kendaraan, organisasi Pergerakan membutuhkan pemahaman ideologi organisasi yang sempurna dari kader-kadernya. Jika kendaraan perlu bahan bakar, atau makhluk hidup memerlukan asupan makanan dan oksigen, kehidupan organisasi disokong oleh pemahaman ideologi.

Kebingungan anggota biasanya diwarnai dari betapa banyak materi yang harus dipelajari selama proses kaderisasi. Selama Mapaba misalnya, ada materi Aswaja, NDP, keindonesiaan, keislaman, Ke-PMII-an dan sebagainya dalam masa singkat Mapaba yang hanya berlangsung selama dua-tiga hari. Apalagi Mapaba kilat yang hanya berlangsung sehari. Hal ini diperburuk dengan tidak adanya follow up yang memadai sebagai upaya keberlanjutan pemahaman.

Meskipun demikian hal ini biasanya tidak terlalu berpengaruh terhadap loyalitas terhadap organisasi. Oleh karena itu diperlukan penyederhanaan pemahaman sesuai tingkat literasi masing-masing anggota. Anggota yang telah menyandang status kader wajib melakukan ijtihad organisasi agar ideologi dapat dipahami dengan baik. Berikut adalah upaya memahami ideologi organisasi secara sederhana. Semoga tulisan alumni ini tidak melampaui legitimasi/kewenangan yang dimiliki Pengurus aktif saat ini. Mohon izin menyampaikan gagasan sebagai wujud kepedulian terhadap kelestarian Pergerakan.

Mapaba lima menit dimulai.

***

Aswaja
Jika Pergerakan adalah mobil, maka Aswaja adalah mesinnya. Motor penggerak Aswaja ada empat nilai yaitu tasammuh, tawassuth, tawazzun, dan i’tidal. Keempat-empatnya adalah manifestasi dari sikap pertengahan. Tasamuh adalah toleransi, tawasuth adalah moderasi (moderat), tawazun merupakan sikap keberimbangan, dan i’tidal adalah sikap lurus tegak persis seperti salah satu gerakan shalat. Dengan Aswaja, Pergerakan tidak mengikuti arah ekstrim kanan atau pun kiri. Pergerakan memiliki sikap toleran, moderat, berimbang, lurus, dan adil. Sudah seyogyanya Pergerakan tidak terbawa arus. Bahkan sebaliknya, menggiring arus.

Wacana Pergerakan dalam menyikapi berbagai persoalan bertumpu pada mesin ini. Dengan Aswaja Pergerakan bisa melaju. Apalagi nilai-nilai Aswaja dibutuhkan oleh dunia saat ini. Jika nilai Aswaja rusak dalam organisasi atau diri seorang anggota, maka identitas Pergerakan menjadi lebur. Aspek-aspek Aswaja lebih lengkap diulas dalam kaderisasi setiap badan otonom organisasi Nahdlatul Ulama sebagai orang tua organisasi Pergerakan.

Secara singkat, Aswaja adalah pengikut ahlus-sunnah wal-jama’ah khas keluarga NU. Meskipun banyak ormas dan aliran yang menyatakan sebagai ahlus-sunnah wal-jama’ah, hanya NU yang biasa menyingkat dan menyebut identitas diri menggunakan akronim Aswaja. Aswaja adalah akronim dari ahlus-sunnah wal-jama’ah itu sendiri. Di luar NU biasanya melabeli diri dengan Ahlus-sunnah, al-Jama’ah, atau Sunni. Walaupun Aswaja sudah pasti sunni, namun pengikut sunni secara umum belum tentu berhaluan seperti Aswaja.

Nilai Dasar Pergerakan (NDP)

Dalam mobil Pergerakan, Endepe adalah operator, sopir, atau driver-nya. Endepe berada di benak sang sopir memberikan kesadaran arah Pergerakan jangan sampai melampaui rambu-rambu yang telah ditetapkan. Rambu-rambu Pergerakan bertumpu pada empat sumbu yakni tauhid, hablun min-allah, hablun min-annaas, dan hablun min-al’alam. Ruang komentar kader Pergerakan ada pada permasalahan tauhid, perbaikan hubungan kepada Allah, kontribusi terhadap isu-isu sosial kemanusiaan, dan tidak abai dalam melestarikan lingkungan kehidupan bumi.

Posisi Endepe dalam pemahaman para kader biasanya paling membingungkan. Apa sebenarnya relevansi Endepe dalam kehidupan sosio-kultural kader? Kegagalan memahami Endepe menjadikan oknum-oknum kader begitu berwarna dalam menyikapi Pergerakan. Ada yang cenderung nasionalis-sekuler, agama nomor sekian. Ada yang religion-based, sementara nasionalisme ala kadarnya. Ada pula yang apatis, tidak peduli dengan wacana-wacana apapun. Padahal yang diharapkan adalah sikap paripurna, yakni karakter kader yang religius-nasionalis, boleh juga sebaliknya nasionalis-religius.

Semua Nilai Dasar Pergerakan ini berdasarkan pada kesimpulan umum Pergerakan terhadap isi Al-Qur’an. Amanat Al-Qur’an secara garis besar adalah merawat empat sumbu tersebut. Sederhananya, Endepe adalah ruang lingkup permasalahan yang dapat disikapi oleh Pergerakan. Sementara Aswaja adalah alat untuk memprosesnya. Kepiawaian menggunakan Aswaja dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam koridor Endepe akan membentuk karakter kader yang ahli dalam amar ma’ruf-nahi munkar. Selain itu organ Pergerakan akan mampu bersaing dengan ormas atau aliran Islam lain yang eksistensinya di era keterbukaan akhir-akhir ini sering menimbulkan kegaduhan. Padahal kita berada di tengah kehidupan masyarakat yang majemuk.

Keislaman dan Keindonesiaan
Mesin dan operator sudah. Komponen yang tidak kalah penting dari suatu kendaraan adalah adanya roda penggerak. Tidak penting posisi mana yang harus didahulukan, keislaman dan keindonesiaan mengantarkan Pergerakan menuju identitas sejati Islam Nusantara. Suatu keadaan Islam yang berkontribusi positif dalam pembangunan negara menuju baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Islam Nusantara adalah identitas Islam yang tidak mencoba menggantikan Indonesia menjadi negara agama hanya untuk menuruti hasrat ingin berkuasa. Pengakuan atas Pancasila adalah manifestasinya. Karena sebenarnya Islam Nusantara bukanlah wacana yang dibuat-buat, namun sudah terbukti mengawal negara tanpa mengkhianati agama dan sebaliknya taat dalam beragama tanpa harus melibas negara menjadi negara agama. Kesadaran memiliki agama dan mengawal negara ada pada insan-insan Pergerakan.

Materi keislaman dan keindonesiaan tidak jauh-jauh dari menelaah sejarah keduanya, serta nilai-nilai yang diperjuangkan. Dalam pergaulan dengan masyarakat luas, sudah sepantasnya insan Pergerakan menampakkan karakter Islam dengan teguh dan bangga. Selain itu insan Pergerakan juga memiliki kesadaran nasionalisme yang kuat dalam keindonesiaan dengan menjunjung tinggi Pancasila, merekat erat dalam Bhinneka Tunggal Ika, memperjuangkan cita-cita kemerdekaan yang tertuang dalam UUD 1945 dalam bingkai NKRI yang tidak bisa ditawar lagi.

Pemahaman keislaman dan keindonesiaan yang baik diiringi dengan kepiawaian mengoperasikan Aswaja dan NDP mengantarkan insan Pergerakan pada sikap nasionalis dan religius yang moderat. Dengan ini semua insan Pergerakan tidak memberontak terhadap komponen kekuasaan negara dalam arti luas, juga tidak menjadi ultra-nasionalis yang berujung pada sikap fasis.

Meskipun demikian bukan berarti insan Pergerakan bungkam atas isu-isu kebijakan nasional dan keagamaan yang tidak selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan. Insan Pergerakan yang Islami bukanlah “tim hore” dari semua kebijakan negara yang melampaui kewenangan, terutama kebijakan yang merugikan masyarakat. Demikian juga dalam wacana dan isu-isu agama yang tidak sesuai tuntunan serta menyakiti kehidupan bermasyarakat.

Sikap kritis terhadap keislaman dan keindonesiaan adalah bagian penting dari kepedulian insan Pergerakan. Permasalahan negara dan agama dikaji dengan memperhatikan koridor Endepe, lalu mencari solusinya dengan mengedepankan Aswaja dan kelengkapan lain yang diperlukan secara teoritis, serta syarat-syarat lain yang dibutuhkan sebagai upaya melakukan analisis ilmiah.

Ke-PMII-an/Keorganisasian

Menurut KBBI, organisasi adalah “kesatuan (susunan dsb) yg terdiri atas bagian-bagian (orang dsb) dl perkumpulan dsb untuk tujuan tertentu”. Hal paling penting yang harus dipelajari dari organisasi adalah cara berorganisasi. Mobil yang sempurna tidak hanya membutuhkan mesin, operator, dan roda. Namun juga komponen lain seperti rangka, pintu, kover, dasbor, bumper, pedal, dan sebagainya yang membentuk satu kesatuan utuh. Satu kesatuan utuh itu berikut kelengkapan operasionalnya disebut organisasi.

Setiap organisasi memiliki karakter yang khas. Materi yang dipelajari dari keorganisasian adalah seputar sejarah berdirinya organisasi, peranan organisasi, capaian organisasi, alat-alat kelengkapan organisasi seperti struktur, jaringan, produk hukum, nilai, norma, jargon, jingle, mars, hymne, atribut, dan sebagainya. Berdiri sejak 1960 dengan berbagai dinamika yang dialami, PMII bukanlah organisasi main-main. Eksistensinya sampai saat ini menandakan mesin dan roda-roda organisasi berjalan aktif dan dinamis.

PMII mengajarkan kemahiran manajerial dalam hal struktural dan korespondensi (surat-menyurat). PMII juga mengajarkan kaderisasi dalam kegiatan multi-event seperti Mapaba, PKD, PKL, dan segenap kegiatan follow-up-nya. Proses demisioner pengurus lama dan kelahiran pengurus baru tersaji dalam RTAR untuk tingkat rayon, RTK untuk komisariat, Konfercab untuk cabang, Konkorcab untuk wilayah PMII se-provinsi, dan Kongres untuk kepengurusan tingkat nasional.

Setelah segenap kegiatan “patah tumbuh hilang berganti” di atas selalu diikuti oleh musyawarah kerja untuk memantapkan visi dan misi organisasi di setiap tingkatan selama periode yang telah ditentunkan. Jadi, kemahiran yang harus dimiliki oleh setiap anggota PMII adalah kemampuan secara organisatoris serta ideologis. Sembari menjalankan roda-roda dan mesin organisasi, PMII mengawal agama dan negara.

Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan bahwa organ-organ PMII digerakkan oleh mahasiswa. Selain berorganisasi, mahasiswa juga harus menjadi mahir dalam bidang ilmu yang ditekuni. Apakah bisa? Bisa. Tidak ada pengkhianatan yang tidak perlu antara organisasi dan bidang ilmu yang ditekuni. Sudah sepatutnya ilmu memberi dampak pada organisasi, dan sebaliknya organisasi memberi manfaat pengembangan ilmu.

Ujung dari kehidupan organisasi adalah memahami politik organisasi. Politik ini berlaku ke dalam dan keluar. Internal dan eksternal. Politik secara internal adalah terjadinya persaingan yang sehat antarkader untuk menjadi yang terbaik dan terpilih dalam struktur organisasi dalam bingkai khazanah fastabiqul khairat. Sementara politik eksternal adalah ketahanan organisasi bersaing dengan organisasi lain yang setara dalam rangka memperoleh kemenangan. Setara yang dimaksud misalkan sama berkonsentrasi dalam bidang kemahasiswaan, keagamaan, dan atau nasionalisme.

Contoh politik eksternal menurut ilmu pemasaran adalah penerapan branding organisasi. Seperti pengemasan organisasi semenarik mungkin agar dipandang sebagai tempat yang tepat bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensinya. Setiap kader PMII juga dapat ikut berpartisipasi memengaruhi kehidupan politik kampus guna mewujudkan cita-cita organisasi dalam skala makro.

Pada akhirnya percaturan politik organisasi secara senyap akan ikut mewarnai jagat politik nasional. Organ Pergerakan seyogyanya tidak alergi terhadap politik. Karena isi dari politik adalah adanya keinginan kuat yang ingin dicapai bersama. Politik yang tidak diperkenankan dilakoni oleh kader Pergerakan aktif adalah politik praktis. Yakni suatu sikap politik yang menempatkan rakyat dan umat hanya untuk “atas nama ...”, suatu tindakan yang dibenci oleh insan-insan Pergerakan.

***

Pemahaman yang baik atas materi-materi dasar Pergerakan di atas akan memudahkan anggota memahami materi kaderisasi pada tingkatan berikutnya. Akan lebih baik lagi jika materi kaderisasi diikuti oleh praktik-praktik dalam kegiatan kecil. Seperti memerhatikan keasrian lingkungan sebagai wujud hablun min-al-‘alam, juga kajian tauhid dan implikasinya terhadap keberlangsungan kehidupan Pergerakan. Pendirian tentang keislaman dan keindonesiaan dalam Islam Nusantara juga tetap perlu senantiasa diteguhkan. “Untukmu satu tanah airku. Untukmu satu keyakinanku.”

Wallahul muwafiq ila aqwamith-thariiq


--------------------
Masduki Zakariya,
- Sekretaris Umum demisioner PMII Kutim tahun 2016
- Peserta PKL PKC PMII Kaltim tahun 2015

0 Komentar