Pesan Singkat Untuk PMII Kutai Timur Ke Depan


Di tengah gejolak yang mewarnai perjalanan bangsa Indonesia saat ini, perlu menjadi renungan tersendiri khusunya bagi warga PMII Kutai Timur. Bangsa yang penuh dengan kepungan kapitalisme global, di mana menurut KH. Abdul Mun’im, pengurus PB NU, mengatakan Indonesia saat ini dikepung oleh neo liberal, neo komunisme, social demokrat, dan islam radikal. Kita ketahui bersama bahwa di Indonesia saat ini gencar adanya gerakan-gerakan pendirian Negara islam, gerakan-gerakan anti bidah, gerakan-gerakan sparatis, yang tentunya semua itu dapat menimbulkan perpecahan bangsa ini.

Persoalan-persoalan tersebut tentunya menjadi “PR” besar bagi PMII yang seyogyanya sebagai kader muda NU. Namun sayangnya, menurut penulis, PMII saat ini secara nasional maupun di daerah Kutai Timur sendiri, tempat penulis berdomisili, PMII saat ini mulai jauh dari ruh-ruh perjuangan. Kita ketahui bersama bahwa NU maupun PMII identik dengan masjid dan tradisi-tradisi shalawat maupun ziarah kubur yang menjadi tonggak pergerakan waktu itu, namun saat ini semua itu perlahan-lahan makin jauh dari ruh pergerakan. Akhirnya, kondisi yang demikian tersebut menjadikan PMII tidak mempunyai identitas dan paradigma pergerakan yang jelas sesuai dengan kondisi bangsa saat ini.

Dengan melihat kondisi bangsa dan PMII saat ini, kita semua harus melihat sejarah dan latar belakang pendirian organisasi tersebut itu sendiri, seperti halnya induk organisasi PMII, NU semenjak berdirinya menjadi garda terdepan untuk memperjuangkan kemerdekan Indonesia dan mempertahankan keutuhan NKRI, menjadikan masjid dan pesantren sebagai basis dan sentral gerakan. Kita ketahui bersama juga bahwa kejayaan islam dan peradaban masyarakat yang Madani dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dari masjid sebagai sentral gerakan. Berkaca dari hal tersebut, PMII yang mendeklarasikan diri sebagai organisasi yang satu kultur dan aswaja sebagai ideologi pergerakan, saat ini harus mulai merubah pola pengkaderan dan “kembali” ke masjid agar PMII menjadi sebuah organisasi yang kuat untuk mempertahankan keutuhan NKRI. Begitu juga halnya dengan PMII Kutai Timur yang baru berumur 7 tahun harus mempunyai pola pengkaderan dan melakukan gerakan “kembali” ke masjid dan pesantren.

Belajar dari pengalaman selama 7 tahun, dengan dinamika yang kompleks dan fluktuatif, serta kondisi daerah yang heterogen menjadi pelajaran berharga yang harus menjadi “kaca benggala”, meminjam kata Soekarno sebagai pegangan dalam melakukan gerakan ke depan. Kondisi masyarakat Kutai Timur yang individualis dan rentan dengan susupan-susupan ideologi islam radikal, tidak boleh lepas dari tanggungjawab PMII sebagai organisasi sosial kemasyarakatan. Untuk itu hal yang paling utama dan pertama dilakukan oleh PMII Kutai Timur kepengurusan yang baru ini adalah perkuat SDM Anggota dan Kader PMII dengan nilai-nalai islam ahlussunah wal-jama’ah dan melakukan gerakan “kembali” ke masjid, agar masjid kita tidak “ditempati” orang lain. PMII Kutai Timur ke depan juga harus memelihara sinergitas dengan NU dan banom-banomnya yang telah terbangun. Dan tidak kalah penting pula PMII menjadikan organisasi-organisasi lain menjadi mitra gerakan. (Mukhtar)


2 Komentar