Rp4 Miliar untuk Arsip Digital: Kutim Pilih Bayar, Padahal Ada yang Gratis dari Pemerintah Pusat

Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menganggarkan Rp4 miliar untuk sistem arsip digital. Sekilas kedengarannya bagus digitalisasi memang penting. Tapi yang bikin heran, pemerintah pusat sebenarnya sudah menyediakan sistem arsip digital secara gratis, yaitu SRIKANDI. Jadi, kenapa Kutim malah pilih bayar mahal?

Muhammad Awie Mas'ud 
(Ketua 3 keagamaan PMII komisariat STAI Sangatta )

Apa Itu SRIKANDI?


SRIKANDI adalah singkatan dari Sistem Informasi Kearsipan Dinamis Terintegrasi. Ini adalah platform arsip digital resmi yang dikembangkan oleh pemerintah pusat—kolaborasi antara Arsip Nasional RI (ANRI), Kementerian PAN-RB, Kementerian Dalam Negeri, dan BSSN.

SRIKANDI dirancang sebagai layanan gratis untuk instansi pemerintah pusat dan daerah agar bisa mengelola arsip secara elektronik, aman, sesuai peraturan, dan saling terintegrasi antar lembaga. Jadi bukan hanya sekadar penyimpanan dokumen, tapi benar-benar sistem nasional yang sudah siap pakai, dilindungi hukum, dan terus dikembangkan.

💡 Lalu, Kenapa Kutim Pilih yang Mahal?


Inilah pertanyaan besar yang harus dijawab oleh para pengambil kebijakan di Kutai Timur. Ketika pemerintah pusat sudah menyediakan sistem gratis dan resmi, keputusan untuk menganggarkan Rp4 miliar demi sistem lain terasa tidak efisien, bahkan tidak masuk akal.

Beberapa kemungkinan muncul:

  • Apakah Kutim tidak tahu soal SRIKANDI? (sangat kecil kemungkinannya)

  • Apakah ada kepentingan lain di balik proyek ini?

  • Atau, sekadar gengsi ingin punya sistem sendiri walau lebih mahal?

Apapun alasannya, masyarakat punya hak untuk tahu. Karena yang dipakai itu bukan uang pribadi, tapi uang rakyat.

Dari Perspektif Hukum Dan Etika publik

Menurut hukum, belanja anggaran harus mengedepankan prinsip efisiensi dan akuntabilitas (Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah). Artinya, kalau ada solusi resmi dan gratis, maka menggunakan dana besar untuk membeli yang lain jelas harus dijelaskan secara terbuka.

Kalau tidak ada urgensi atau pembeda yang jelas, maka ini rawan disebut sebagai pemborosan. Dan dalam konteks hukum, pemborosan bisa mengarah pada pelanggaran administrasi atau bahkan indikasi korupsi kalau ada keuntungan pihak tertentu di dalamnya.

Dari kacamata islam

slam mengajarkan bahwa harta publik (baitul maal) harus dikelola dengan amanah, adil, dan menghindari israf (pemborosan). Pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap sen yang digunakan. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seorang pemimpin yang mengurus urusan rakyat, lalu ia meninggal dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah haramkan surga atasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jadi, dalam kacamata Islam, menghamburkan uang rakyat untuk sesuatu yang bisa diperoleh gratis adalah bentuk pengkhianatan amanah.

Kesimpulan : gratis ada, kenapa harus yang mahal? 

Digitalisasi arsip itu penting. Tapi lebih penting lagi akal sehat dan kejujuran dalam membuat kebijakan. Pemerintah pusat sudah menyiapkan sistem nasional yang gratis, terintegrasi, dan sah: SRIKANDI. Kalau Kutim tetap memilih sistem lain dan rela bayar Rp4 miliar, masyarakat wajib bertanya “Kenapa?”

Kalau bisa gratis, kenapa harus pilih yang mahal?


0 Komentar