Pc.pmiikutim_Pandangan Umum Terhadap Tambang Batu Bara Kalimantan timur (Kaltim) khususnya kabupaten Kutai timur (Kutim) diibaratkan pedang bermata dua, disatu sisi tambang batu bara dianggap sebagai penggenjot peningkatan pendapatan ekonomi Daerah dan Negara. Namun siapakah yang diperkaya dan diuntungkan?. Apakah benar-benar masyarakat lokal atau justru hanya kelompok-kelompok tertentu?. Pertanyaan paling dasar tersebut perlu menjadi pertimbangan dengan melihat realita yang ada pada hari ini.
Jika dilihat berdasarkan data dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) luas izin lahan diKaltim mencapai 13,83 juta hektare. Padahal, luas daratan Kaltim hanya mencapai 12,7 juta hektare. Dan sebanyak 5,4 juta hektare terdapat 1404 ijin yang mengangkangi 10 kabupaten kota di Kaltim. Artinya Luas izin tambang melebihi daratannya, dan hampir 40% luas daratan Kaltim dikapling oleh perusahaan pertambangan batu bara, belum lagi ditambah dengan tambang-tambang ilegal yang ada. Selain itu terdapat juga perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam skala besar sekitar 3,4 juta hektare.
Jika dilihat dari data tersebut luas Kaltim didominasi oleh perusahaan-perusahaan tambang dan kelapa sawit. Lantas bagaimana dengan ruang hidup yang ada di Kalimantan timur,? Apakah masih layak disebut sebagai ruang hidup bagi manusia,?
Secara bersamaan dilain sisi, Aktivitas aktif tambang batu bara juga dianggap sebagai akar segala masalah, baik dari dimensi lingkungan, konflik sosial, ketimpangan ekonomi dan polusi, pencemaran air dan udara, maupun kerusakan ekologi. Tentu hal tersebut menjadi persoalan yang serius dan patut dipertimbangkan sebaik mungkin baik dari kalangan aktivis mahasiswa Kutim maupun pemerintah dengan beberapa alasan.
1. Kerusakan Lingkungan
Tidak bisa dipungkiri Aktivitas tambang memberikan dampak kerusakan lingkungan berjangka panjang, namun terkadang hal justru dianggap sebagai kemarahan alam, ketika terjadi banjir dan longsor. Tidak hanya itu, tercatat sebanyak 44 ribu bekas pertambangan setelah dinikmati hasilnya tidak mendapatkan reklamasi yang signifikan dari pihak-pihak yang bertanggung jawab dengan hal tersebut. Sein itu Aktivitas tambang juga berdampak pada kelangsungan hidup flora dan fauna (Ekologi) bukan pemandangan biasa jika warga Sangatta melihat orang hutan maupun monyet berkeliaran disekitaran Sangatta. Artinya habitat mereka dialam sudah Sangat terganggu.
2. Konflik social
Maraknya Aktivitas tambang juga cenderung menciptakan konflik antara perusahaan dengan masyarakat lokal, bisa kita lihat diberbagai Media konflik sosial yang terjadi diberbagai daerah akibat penggusuran lahan. Dimana masyarakat yang mempertahankan tanah mereka yang menjadi sumber penghidupan. Salah satunya adalah konflik yang terjadi Dusun Muara Kate, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser.
3. Ketimpangan Ekonomi
Sementara itu, dibalik hasil melimpah yang dikeruk dari alam ada banyak masyarakat lokal yang masih berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan bahwa Kutim memiliki tingkat pengangguran yang cukup tinggi terutama dari kelompok tenaga kerja perguruan tinggi. Artinya keberadaan tambang tidak terbukti memeratakan ekonomi masyarakat.
4. Polusi
Selain pencemaran lingkungan dan zat-zat berbahaya yang berdampak buruk bagi kesehatan manusi apatalagi Aktivitas pertambangan yang terbuka. Sepintas jika kita lihat bagaimana kondisi Kutim khususnya kota Sangatta disiang hari akan kita jumpai debu pasir dimana-mana yang sangat menggangu. Menurut pengakuan salah satu karyawan tambang, ketika dilakukan Blasting (Peledakan) debu-debu yang hasilkan menyeruak kemana-mana.
5. Derita Warga Bukit Khayangan Sangatta Utara
Kita juga tidak dapat menutup mata melihat Fakta yang menimpa warga Bukit Khayangan Desa Singa Gembara, Sangatta Utara. Yang sudah hidup bertahun-tahun namun hidup tanpa listrik, rumah-rumah mereka gelap dan kesulitan mengakses air bersih. Mirisnya Mereka hidup ditengah-tengah Gemuruh Aktivitas tambang yang secara geografis berada dikawasan tambang PT. Kaltim Prima Coal (KPC).
6. Pengrusakan Akses Jalan Poros
Ketimpangan tidak hanya terjadi dan terhenti dari poin-poin di atas, Aktivitas tambang juga memberikan dampak bagi jalanan umum di berbagai wilayah khususnya Kutim. Salah satu contoh bisa lihat saksama adalah jalan utama Sangatta-Bengalon ataupun Sangatta-Rantau Pulung yang tiap harinya dilintasi oleh kendaraan berat milik perusahaan hingga berdampak pada kerusakan jalan. Padahal Kalimantan Timur melalui Perda Nomor 10 Tahun 2012 mengatur penyelenggaraan jalan umum dan jalan khusus untuk pengangkutan batu bara dan sawit. Pasal 6 Perda 10 Tahun 2012 tegas melarang angkutan batu bara dan kelapa sawit melewati jalan umum serta mewajibkan diangkut melalui jalan khusus. Bahkan perda tersebut mensyaratkan pembangunan jalan khusus dilakukan saat pengajuan permohonan izin pertambangan.
Perusahaan pertambangan maupun perusahaan sawit yang dianggap penyumbang besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Namun hal ini bukan lagi perihal untuk dan rugi melainkan tentang masa depan bumi dan manusia. Sebab berdasarkan Data dan Analisis yang ada Aktivitas pertambangan menimbulkan dampak yang sangat buruk dan berkepanjangan, tidak hanya kepada Alam tetapi juga terhadap Mahkuk Hidup disekitarnya Sangat perlu menjadi perhatian yang serius dengan Analisis yang matang Pemerintah sebelum memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebab pemerintahlah yang memberikan izin tersebut. Dan direklamasi sesuai dengan Aturan Undang-undang yang berlaku.
Begitupun dengan komitmen Mahasiswa Kutim sebagai Kaum intelektual yang berdiri ditengah-tengah masyarakat. Hal-hal tersebut seharusnya tidak lepas dari analisis dan perhatian utamanya untuk membangun kesadaran secara kolektif dalam menghadapi hal tersebut. Kita tahu bahwa pertambangan bukanlah hal baru, Tambang bukanlah Solusi untuk masa depan bumi dan manusia.
0 Komentar