Oleh: Khoerul
Annam
Bencana alam adalah kondisi dimana
kepedihan dan kesengsaraan manusia yang mendiami suatu wilayah dimulai. Akan
banyak kehilangan yang terjadi, entah itu kehilangan harta benda, aset keluarga
dan bahkan nyawa. Tidak ada yang pernah siap dengan kedatangannya. Tak juga
bisa disambut bak tamu undangan
yang siap kondangan lengkap dengan kado dan amplop putih berisi cuan. Iya,
tentu tidak ada yang pernah siap dan tau kapan bencana alam itu datang bertamu.
Bisa diartikan seperti keterbatasan prihal kapan tenggat waktunya kiamat datang
dalam pandangan umat muslim. Namun coba mari kita bahas beberapa bencana alam
terkhusus yang telah terjadi menimpa saudara kita yang ada di beberapa wilayah
yang ada di Indonesia tercinta ini. Apakah “pelakunya” cuaca ekstrim dan hujan?
Atau ternyata ada faktor lain akibat “ulah” si dalam tanda kutip. Atau beberapa
probabilitas lainnya.
Januari 2021, awal tahun baru yang
seharusnya terisi dengan semangat baru untuk lebih produktif menjalani hidup
justru harus dilewati dengan berita duka dari saudara kita yang ada di Provinsi
Kalimantan Selatan. Berbagai respon muncul dari berbagai daerah yang lain.
Bantuan baik dari pemerintah dan saudara sebangsa setanah air tertuju kesana.
Sebagai wujud solidaritas dan kepedulian untuk meringankan duka lara yang
sedang menimpa. Tak ketinggalan pula longsor dan banjir juga terjadi di
Sulawesi Selatan. Nampaknya alam Indonesia semakin menampak kegundahannya. Serasa
lirik lagu Ebiet G. Ade “Mungkin alam mulai enggan, bersahabat dengan kita”.
Satu persatu mulai nampak melalui respon dari alam itu sendiri. Terbaru ini,
dan masih sangat hangat diperbincangkan adalah banjir bandang yang melanda
saudara-saudara kita yang ada di Nusa Tenggara Timur. Selain pandemi Covid-19
yang tak kunjung selesai. Kondisi ekonomi dan makin meningginya angka
kemiskininan, bencana banjir bandang ini seakan menjadi pelengkap duka lara dan
kepedihan Indonesia hari ini.
Tanggapan terkait pelaku utama terjadinya bencana.
Beberapa bencana alam yang terjadi “konon
katanya” akibat cuaca ekstrim, bukan “akibat di guna-guna” ala-ala
alam penyanyi lagu mbah dukun yang hits dizamannya. Karena curah hujan yang
tinggi iya ada juga yang bilang demikian. Ada juga yang bilang karena “sunnatullah”
sangking religiusnya. Banyak tanggapan dan ungkapan duka bersambut simpati saat
terjadinya bencana alam. Berbicara banjir, pasti tidak akan pernah terpisahkan
dari curah hujan yang tinggi sebagai sebab musabab terciptanya banjir. Bagi
umat muslim ini menjadi paradoks, bagaimana tidak?, bukankah ada ayat yang
mengatakan bahwa hujan adalah rahmat, bahkan umat muslim disunnahkan untuk
membaca doa ketika turun hujan. Itu diajarkan sejak usia dini sewaktu masih
mengaji di TPQ atau mungkin dibangku TK. Namun belakangan, hujan menjadi
tersangka utama yang dituduh menjadi penyebab terjadinya banjir dan tanah
longsor yang terangkum menjadi satu judul yakni bencana alam. Yang terbaru ini
adanya fenomena badai tropis seroja yang menjadi tersangka penyebab banjir
bandang di NTT. Apakah benar demikian?
Cuaca ekstrim dan banjir yang
terjadi adalah akibat dari kerusakan lingkungan. Loh loh, kan curah hujan yang
tinggi, dan memang sunnatullah cuaca ekstrim itu tercipta. Jadi kerusakan
lingkungan bukan pelakunya dong. Ok iya sebentar, 2019 silam, para Ilmuwan
berkumpul di Paris mengeluarkan peringatan tentang dampak aktivitas manusia
terhadap keanekaragaman hayati dunia termasuk lingkungan hidup, dengan Laporan
setebal 1.800 halaman mengenai hal itu. Merujuk kepada penelitian 450 peneliti
dari berbagai negara pada program ilmu pengetahuan dan kebijakan antar pemerintah
mengenai keanekaragaman hayati dan ekosistem. Dalam forum itu dilaporkan ada 1
juta spesies yang terancam punah. Sebentar, manusia juga termasuk apa tidak
kira-kira? Berbicara lingkungan hidup adalah tempat dimana beberapa komponen
mahluk hidup ada dan menjalani kehidupan. Manusia juga termasuk mahluk hidup,
ya mungkin menuju ke arah kepunahan masih jauh karena mengingat kuantitas
manusia mencpai 7 milyar lebih. Namun, bagaimana dengan bencana alam dan ya
katakan hari kiamat yang sewaktu-waktu bisa terjadi tanpa aba-aba. Ternyata ada
ulah manusia juga didalamnya yang menyebabkan bencana alam dan cuaca ekstrim
itu bisa terjadi. Secara garis besar, manusia menyakiti diri sendiri dalam
beberapa waktu dari kelakuannya dalam mengelola lingkungan.
Penyebab bencana alam beriringan dengan hukum sebab
akibat.
Terkadang keseharian manusia yang justru
tidak disadari dilakukan secara massive seperti buang sampah sembarangan, bisa
juga dibantaran sungai. Itu kalau dari segi keseharian manusianya. Ada pula
tindakan yang lebih gawat dan ternyata menjadi salah satu sebab “kuat”
terjadinya kerusakan lingkungan dan berujung pada bencana alam. Kegiatan yang
dimaksud adalah alih fungsi hutan dan pembalakan liar secara terus-menerus,
ditambah lagi eksploitasi SDA yang menghujam kedalam bumi, mengeruk segala
mineral yang ada didalamnya. Semua yang tersebut tadi adalah kegiatan sadar
manusia dalam mengelola dan memperlakukan lingkungan hidup yang justru
mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Dengan alasan penghidupan, alam
dirusak. Hutan asri digunduli secara besar-besaran. Dengan alasan investasi,
jutaan spesies tumbuhan ditumbangkan. Alhasil, keseimbangan terganggu, daerah
resapan air dan habitat satwa didalamnya rusak. Terganti dengan perkebunan
monokultur seperti sawit dan karet. Juga lubang-lubang raksasa nan dalam bekas
tambang. Tak sampai disitu saja loh. Ketika curah hujan tinggi, dan tanah tidak
memiliki daerah resapan yang maksimal, sungai tidak lagi sanggup menampung
debit air, serta tidak adanya akar pohon yang mencengkeram kuat. Maka
terjadilah banjir dan tanah longsor yang dipanggil dengan bencana alam. Jadi
semacam dongeng yang sebenarnya semua sudah sama-sama paham. Namun lagi-lagi
bahwa hobi manusia adalah membuat kesalahan dan khilaf.
Jadi, untuk para manusia yang
kebetulan punya tempat untuk dilihat dan berkomentar. Tolong jangan hanya kemudian menyalahkan hujan saja,
atau badai, atau kondisi iklim yang mulai ekstrim khususnya dibeberapa daerah
yang ada. Coba mari sama-sama melihat keadaan alam hari ini. Bagaimana kita
sebagai manusia memperlakukan alam. Sebagai sahabat, atau malah justru
sebaliknya. Ada masalah disana, ada sesuatu yang lebih kompleks sebagai akar
masalah kenapa bencana alam bisa terjadi, meskipun ya memang benar bahwa segala
yang terjadi di dunia sudah ada yang membuat sekenarionya. Tapi refleksikan
lagi, ada masalah-masalah yang justru ada karena ulah manusia itu sendiri. Merusak
dengan alasan pemberdayaan sumber daya alam tanpa pertimbangan untuk
mempertahankan kestabilan ekosistem yang ada sama halnya dengan bunuh diri
secara cantik. Apa harus sampai habis dulu segala SDA yang ada di bumi pertiwi
baru membuat sadar bahwa tidak semua sesuatu bisa diganti dengan cuan. Yuk
sadar yuk. Bersahabat dengan alam maka alampun akan demikian menjaga dan
menyediakan kenyaman dalam hidup kita. Yang sedang berduka semoga dikuatkan,
yang sakit disembuhkan, yang takut segera terbebaskan. Semoga keselamatan
selalu untuk bangsa ini.
0 Komentar