Oleh : Zulkadrin
(Sekretaris Umum PMII Kutai Timur)
Kaum mustadh’afin adalah manusia-manusia yang hidup dalam
kemiskinan, kesengsaraan, kelemahan, ketidakberdayaan, ketertindasan, dan
penderitaan yang tiada putus. Keberadaan mereka seakan merupakan satu realitas
yang tidak pernah absen dalam sejarah peradaban manusia. Keberadaan mereka
menjadi sangat kontras ketika hidup bersebelahan dengan kaum aghnia yang selalu
lapang dan kelebihan.
Ditengah realitas keberadaan mereka yang sangat membutuhkan
perhatian, sejarah mencatat Islam hadir membawa pembelaan atas kepedihan hidup
mereka. Dibawah komando sang Manusia Mulia, Muhammad SAW. Membangun persekutuan
perjuangan dakwah yang membela kaum papah. Misi perjuangan Rasulullah salah
satunya adalah membebaskan umat dari beban yang mengimpit dan belenggu yang
memasung tersebut. Bahkan Rasulullah pernah meminta perlindungan kepada Allah
agar dijauhkan dari ketertindasan dan kesempitan, "Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran." (HR Abu Dawud). Do’a
Rasulullah ini bukan menggambarkan takutnya rasulullah jatuh dalam jurang
kemiskinan, tetapi lebih didasari takutnya Beliau apabila umatnya kelak tidak
lagi mau memperdulikan sesamanya yang fakir, miskin, lemah dan tidak berdaya.
Kita jangan sampai lupa lembaran pesan agama suci ini, tidak susah
kita menemukan pesan Sang Khaliq agar memperhatikan mereka yang lemah, membela
hak-hak mereka, bahkan bersama berjuang melawan yang menindas mereka. Islampun
menegaskan posisi mereka yang tidak biasa-biasa saja bahkan mereka akan lebih
dulu 50 tahun untuk memasuki surga daripada mereka yang Lebih.“Dan kami
hendak memberi karunia kepada mustadh’afun di bumi dan menjadikan
mereka orang-orang yang mewarisinya, dan akan kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi, dan akan kami perlihatkan kepada Fir’aun dan Haman beserta
tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan dari mereka itu (QS
Al-Qashash [28]:5).
Islam adalah ajaran mengenai luar-dalam, lahir-batin, serta
tekstual-kontekstual sekaligus sebagai bagian dari pranata sosial. Pengejewantahannya kemudian
diaktulisasikan Rasulullah dengan menghabiskan
hidupnya ditengah orang-orang yang lemah, bahkan seluruh harta bendanya menjadi
modal hidup bersama, bersama umat, bersama rakyat, membangun martabat hidup
kemanusiaan. Dengan tingkat empati yang luar biasa itu , Rasulullah Muhammad SAW.
dapat dengan mudah merasakan denyut nadi orang-orang miskin dan fakir, lemah
dan hampir putus asa.
Semangat inilah yang perlu kita warisi hari ini, ditengah uforia
peringatan Maulid yang begitu marak jangan sampai khidmat rasul yang sarat
dengan nilai utama kenabian ini justru terlupakan. Kelemahan, kemiskinan,
ketidak berdayaan dan keterbelakangan mungkin adalah keniscayaan, tetapi
membiarkannya adalah suatu pembangkangan atas perintah kerasulan.
0 Komentar